Sumber gambar: t2.gstatic.com
Drama perseteruan perebutan kursi orang nomor satu di Indonesia belum lama usai. Ketegangan diantara dua kubu pendukung mulai mereda, perlahan tapi pasti barisan rakyat kembali pada hal yang utama, yaitu persatuan. Langkah tersebut seakan tercermin manakala "euforia" rakyat tumpah ruah ke jalan menyambut sang pemimpin baru.
Beberapa hari sebelum terjadinya peristiwa "euforia" terekam adegan mesra diantara dua pemimpin dari masing-masing kubu yang "bertikai". Adegan itu laksana sang fajar yang mengecup mawar di kemuning pagi yang merekah. Angin sejuk pun menghantar hawa perdamaian.
Adegan kemesraan itu tidak berakhir sampai disitu. Tepat pada saat "Sang Raja" naik tahta dan bersumpah di saksikan para "Dewan Terhormat" dan dipersaksikan perwakilan dari negara sahabat. Masih terekam jelas benih persahabatan dari pemimpin maupun "tim anggota pesorak" mewarnai hari bersejarah bagi negeri Indonesia.
Entah kenapa kini "hawa permusuhan" kembali menyeruak. Apakah karena neraka sedang bocor? Hingga hawa panasnya menyelimuti segenap hati "para dewan terhormat". Seperti halnya lumpur lapindo, yang tak berakhir dan tak berujung terus mengalir mengangkangi hajat kehidupan rakyat "Sidoarjo". Yang harus menderita bukan karena ulah mereka, namun ulah "seorang" yang berhati serakah.
"Pertikaian" yang bagaikan sebuah dagelan tidak lucu kini sedang dipertonton oleh "wakil rakyat". Yang cukup dan sangat bikin bingung, wakil rakyat yang mana? Dan rakyat mana yang terwakili, bila perrikaian terus berlanjut. Bagaimana akan menyuarakan "suara rakyat" yang sudah memberikan hak suara, hak politiknya dengan memilih "tuan-tuan dan nyonya-nyonya" yang terhormat. Kapan Anda akan memulai kerja untuk rakyat?.
Padahal pemilu kali ini menurut data merupakan pemilu yang "membangkitkan" karena angka "golput" menurun. Sebabnya kami selaku rakyat optimis peminpin yang sekarang terpilih baik di eksekutif maupun yudikatif adalah orang-orang yang jujur, amanah dan memiliki tekad yang kuat untuk mensejahterakan rakyat dan membela kepentingan rakyat.
Jika begini terus bagaimana mau bergerak roda ekonomi? Bisa-bisa dapur kami tidak "ngebul" karena pendapatan kami "terpukul" ketidak pastian iklim ekonomi. Kami ibu rumah tangga hanya mengenal suhu dapur, tak banyak mengetahui akan "suhu politik". Namun selaku seorang ibu dan istri, insting kami mengatakan akan ada gejolak harga yang berujung semrawutnya harga-harga kebutuhan pokok. Yang berujung berkurangnya pasokan "gizi" untuk anggota keluarga kami karena lemahnya daya beli.
Bagaikan status "rumit" seperti tergambar dalam facebook, seperti itulah yang tercermin pada penghuni "senayan". Akankah status itu berubah menjadi "mesra" bergandengan tangan, bahu membahu membangun negeri ini.
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Di kantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke
Saudara dipilih bukan dilotre
Meski kami tak kenal siapa saudara Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam, juara he'eh, juara ha ha ha......
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju......"
No comments:
Post a Comment